Mengenal sekilas Intelligent Character Recognition (ICR) dalam Pemilu 2009

penulis:
Oskar Riandi, M.Eng, Amien Rusdiutomo, M.Eng, Agus Nugroho, M.Sc, Anto Satriyo Nugroho, Dr.Eng

1. Teknologi ICR dalam Pemilu 2009

Tidak lama lagi, bangsa Indonesia akan melaksanakan pemilihan umum pada 9 April 2009. Menjelang hari H, berlangsung diskusi cukup hangat di masyarakat mengenai pemakaian Intelligent Character Recognition (ICR), perangkat lunak yang baru mulai dipakai pada Pemilu 2009 ini. Pemakaian ICR ini sudah ditetapkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 02 tahun 2009, tentang Pedoman Pengadaan dan Pengelolaan Perangkat Teknologi Informasi untuk Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2009 [1]. Tujuan utama yang ingin dicapai dengan penggunaan mesin pemindai yang berbasis ICR tersebut adalah:

  1. mempercepat proses perhitungan suara
  2. memperoleh tabulasi yang akurat
  3. memperoleh salinan dokumen elektronik yang otentik dan teramankan
  4. transparan dalam mendukung fungsi pengawasan langsung oleh masyarakat.

Sejak penandatanganan MoU kerjasama BPPT dan KPU pada 12 Maret 2009 yll. tim Review TI BPPT bekerja keras melakukan review dan supervisi teknologi informasi yang diterapkan di KPU. Termasuk di dalamnya upaya yang dilakukan dalam melakukan standarisasi aplikasi ICR, agar output dari ICR ini dapat diintegrasikan dengan baik dengan sistem secara keseluruhan. Dalam artikel ini akan dijelaskan teknologi ICR, kelebihan dan kelemahannya, bagaimana alur proses pengisian data di daerah hingga penayangannya pada tabulasi nasional. Dijelaskan pula upaya yang dilakukan oleh tim review Teknologi Informasi BPPT dalam melakukan standarisasi aplikasi ICR yang akan dipakai dalam tabulasi nasional pemilu 2009.

2. Apakah ICR itu ?

ICR adalah singkatan Intelligent Character Recognition, yaitu sistem ”cerdas” yang mampu mengenali tulisan tangan dan menterjemahkannya kedalam kode atau simbol digital yang ”dimengerti” (diedit, disimpan) oleh komputer. Sebuah piranti lunak ICR pada prinsipnya terdiri dari 4 bagian: preprocessing, character segmentation, character recognition dan post processing, sebagaimana ditampilkan pada Gambar 1 [1].

Gambar 1 Alur proses dalam sebuah sistem ICR

  1. Preprocessing
    Bagian pertama mengimplementasikan berbagai teknik dalam pengolahan citra untuk meningkatkan kualitas gambar agar mudah diolah oleh tahap berikutnya. Proses itu antara lain thresholding, konversi gray-scale ke binary black-white, noise removal, dsb.
  2. Character segmentation
    Bagian ini bertugas menganalisa sebuah citra text hasil scanning, menemukan lokasi text dan mengekstrak huruf per huruf untuk diolah pada tahap character recognition.
  3. Character recognition
    Bagian ini terdiri dari feature extraction dan classification. Feature extraction bertugas menemukan informasi signifikan dari citra sebuah huruf dan merepresentasikannya dalam vektor fitur (feature vector). Vektor ini kemudian diolah oleh classifier untuk menentukan kategori (jenis huruf). Berbagai metode classifier telah dikembangkan dalam bidang pengenalan pola (pattern recognition) sejak puluhan tahun yang lalu. Antara lain artificial neural network (jaringan saraf tiruan), support vector machine (SVM), maupun metode statistika yang lain.
  4. Post processing
    Bagian terakhir melakukan evaluasi terakhir untuk melakukan koreksi otomatis sekiranya terjadi kesalahan dalam pengenalan huruf yang dilakukan pada tahap 3.

Dari sisi teknologi, sebenarnya ICR bukanlah hal yang baru. Riset mengenai character recognition telah berpuluh tahun digali di dunia komputasi, khususnya pattern recognition (pengenalan pola) dan image processing (pengolahan citra). Bagi peneliti pattern recognition, masalah character recognition seolah menjadi masalah klasik untuk mencoba berbagai metode feature extraction maupun classifier yang mereka kembangkan. Teknologi ini dapat dikatakan telah mencapai maturity, dimana umumnya penelitian telah dapat menekan rasio error hingga kurang dari 1% (akurasi 99%) [3][4]. Di sisi industri, teknologi ICR telah diimplementasikan dalam berbagai produk komersial. Misalnya untuk membaca alamat pos yang diimplementasikan di United States Postal Service (USPS) [5], Bank check recognition [6], dan facsimile produksi Sanyo yang mampu membaca tulisan tangan nomer facsimile, dan langsung men-dial secara otomatis ke tujuan [7]. Dapat dikatakan bahwa teknologi ini telah matang dan potensi aplikasinya sangat tinggi.

3. Kelebihan dan Kelemahan ICR

Tiap teknologi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan ICR terhadap berbagai metode lain dalam data entry seperti OMR (Optical Mark Recognition) misalnya, terletak pada kemampuannya
(i)mempermudah pekerjaan operator
(ii) efisiensi biaya kertas yang diperlukan
Mempermudah di sini dimaksudkan lebih mudah bagi seseorang untuk menuliskan sebuah angka dengan baik, dibandingkan mengisi form OMR dengan mencontreng atau menghitamkan sebuah pilihan dari berbagai pilihan yang tersedia, sebagaimana saat ujian nasional, UMPTN, dsb. Apalagi dengan mempertimbangkan stamina dan kondisi petugas lapangan yang mungkin dalam kondisi lelah saat mengisi formulir. Dari sisi efisiensi, biaya pengadaan kertas dapat ditekan jauh menjadi lebih murah. Pada pemilu kali ini, formulir C1-IT terdiri dari 8 lembar yang memuat isian untuk seluruh parpol. Apabila memakai formulir khusus OMR, banyaknya halaman akan sesuai dengan jumlah parpol, karena data 1 parpol memerlukan 1 halaman OMR. Misalnya jumlah parpol 38, maka diperlukan 38 halaman [8]. Namun demikian, bukan berarti ICR bebas resiko. Apabila akurasi ICR terlalu rendah, preprocessing dan segmentasinya tidak akurat, mengakibatkan beban operator untuk melakukan verifikasi menjadi berat, sehingga tidak efektif. Dapat disimpulkan bahwa dari sisi akurasi, OMR lebih menjanjikan daripada ICR, tetapi ICR lebih unggul dari sisi biaya pengadaan kertas maupun resiko error yang timbul karena kondisi psikis di lapangan.

4. Alur Pengisian Data di KPUD Kabupaten/Kota hingga penayangannya pada tabulasi nasional


Gambar 2 Alur pemrosesan form C1-IT dari KPUD Kabupaten Kota ke KPU Pusat

Gambar 2 memperlihatkan alur bagaimana data yang diisikan pada formulir C1-IT di KPUD Kabupaten dapat ditayangkan pada tabulasi nasional. Pertama-tama formulir C1-IT yang telah diisi akan dipindah (scan). Citra hasil pemindaian tersebut akan dibubuhkan watermark, sehingga terjamin otentisitasnya. Maksudnya, setiap ada upaya ilegal untuk mengubah citra tsb. akan selalu diketahui, sehingga citra tersebut kelak dapat menjadi bukti hukum yang sah apabila ada masalah timbul di belakang hari. Setiap formulir C1-IT terdiri dari 8 lembar, sehingga total diperoleh 8 buah citra. Selanjutnya citra hasil pemindaian tersebut akan dibaca oleh ICR, dikonversikan menjadi simbol angka berupa kode ASCII. Hasil baca ini selanjutnya diverifikasi oleh operator. Apabila ada kesalahan baca, operator akan memperbaiki kesalahan tersebut. Setiap modifikasi yang dilakukan akan selalu tercatat dalam sebuah log file. Setelah error tidak ditemukan lagi, file disimpan pada struktur direktori tertentu. Keseluruhan file tsb. saat disimpan telah dalam kondisi terenkripsikan (tersandikan) sehingga isinya tidak dapat dibaca oleh pihak yang tidak diinginkan. File elektronik ini selanjutnya dikirimkan ke pusat lewat jaringan khusus yang disebut VPN (Virtual Private Network). Karena pengiriman ini lewat VPN, bukan lewat jaringan internet biasa, diharapkan akan handal terhadap upaya vandalisme terhadap data tsb. Setelah sampai di Data Center KPU Pusat, file tersebut akan diekstrak, didekripsikan, validasi dan diperiksa otentisitasnya, baru kemudian dikelola dalam pusat penyimpanan data. Data inilah yang kemudian ditayangkan di internet, sehingga proses perhitungan suara dapat dipantau secara transparan oleh semua pihak.

5. Apakah yang harus dilakukan agar ICR bekerja optimal ?

Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa ICR ini berada pada ujung tombak sistem TI yang digunakan. Keberhasilan tabulasi nasional sangat bergantung pada keberhasilan ICR dalam membaca data yang dituliskan pada formulir C1-IT. Mengingat pentingnya peran ICR dalam sistem TI Pemilu 2009, perangkat lunak itu harus memenuhi 4 aspek:

  1. Tepat
    yaitu sesuai dan mampu mengolah format C1-IT, sehingga terjaga interoperabilitasnya dengan sistem yang lain
  2. Akurat
    memiliki ”kecerdasan” yang tinggi, maksudnya mampu membaca dengan akurat tulisan tangan angka pada formulir C1-IT. Secara sederhana dapat diilustrasikan demikian. Sebuah ICR yang memiliki akurasi 95% akan beresiko salah baca 5 dari 100 angka, sehingga operator hanya mengoreksi 5 angka saja. Adapun ICR yang memiliki akurasi 80% berpotensi salah baca 20 dari 100 angka, sehingga operator harus mengoreksi 20 angka atau 4 kali lipat. Apabila jumlah TPS ratusan atau ribuan, upaya koreksi ini akan berlipat ganda dan akan memberatkan operator.
  3. Aman
    yaitu terjamin keamanannya secara berjenjang pada saat data dibuat, disimpan sampai penayangannya di tabulasi nasional. Karena itulah dipasang berlapis-lapis pengamanan seperti watermark dan enkripsi.
  4. Cepat
    instalasi, setting dan kemudahan antarmuka (userfriendly interface) akan membuat pekerjaan operator menjadi lebih cepat dan ringan.

Selain itu dari sisi pengguna, harus diperhatikan hal-hal sbb.

  1. Tulislah angka sebaik dan sejelas mungkin
  2. Angka harus ditulis di kotak yang ditentukan, jangan sampai melewati batas kotak
  3. Kertas jangan sampai kotor, sobek atau terlipat
  4. Jangan terbalik saat memasukkan kertas ke scanner

6. Standarisasi ICR

Sejak dibentuk lewat MoU BPPT-KPU pada 12 Maret 2009, tim review BPPT berupaya membuat standar ICR, agar dapat diolah oleh bagian Sistem Integration, untuk dikirim, diolah dan ditampilkan pada tabulasi nasional [9]. Standar ICR ini merupakan penjabaran teknis dari spesifikasi yang ditetapkan pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 02 tahun 2009 [1]. Setiap vendor yang ingin menjual produk ICR nya harus memenuhi kriteria standar tersebut, agar hasilnya dapat diterima dan diolah oleh sistem yang dibangun di KPU. File standar ICR tersebut dapat didownload dari sini [9].

7. Penutup

Pemilu 9 April 2009 memanfaatkan teknologi Intelligent Character Recognition (ICR). Dari sisi teknologi, ICR sebenarnya sudah lama dikembangkan dan telah sampai ke level yang mature. ICR telah dipakai dalam berbagai aplikasi industri. Tujuan pemakaian ICR dalam pemilu ini adalah untuk memperoleh hasil yang cepat, akurat, aman, citra yang dapat dipakai sebagai bukti otentik, dan transparan dalam mendukung fungsi pengawasan langsung oleh masyarakat.

8. Referensi

  1. Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 02 tahun 2009, tentang Pedoman Pengadaan dan Pengelolaan Perangkat Teknologi Informasi untuk Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2009.
  2. R. Plamondon, S.N. Srihari: “Online and Off-line Handwriting Recognition: A Comprehensive Survey”, IEEE Trans. Pattern Analysis & Machine Intelligence
  3. Yann LeCun, Corinna Cortes: The MNIST Database of handwritten digits : http://yann.lecun.com/exdb/mnist/ (diakses 19 Maret 2009)
  4. Ranzato Marc’Aurelio, Christopher Poultney, Sumit Chopra and Yann LeCun: “Efficient Learning of Sparse Representations with an Energy-Based Model”, in J. Platt et al. (Eds), Advances in Neural Information Processing Systems (NIPS 2006), MIT Press, 2006
  5. S.N. Srihari and E.J. Keubert: “Integration of Handwritten Address Interpretation Technology into the United States Postal Service Remote Computer Reader System”, Proc. of Fourth Int’l Conf. Document Analysis and Recognition, Vol.2, pp.892-896, Ulm, Germany, Aug, 1997
  6. G.Dimauro, S.Impedovo, G.Ppirlo, and A. Salzo, “A Multi-Expert Signature Verification System for Bankcheck Processing,” Int’l Journal on Pattern Recognition and Artificial Intelligence, Vol.11, No.5, pp.827-844, 1997
  7. H. Kawajiri, Y. Takatoshi, T. Junji, A.S. Nugroho and A. Iwata : Hand-written Numeric Character Recognition for Facsimile Auto-dialing by Large Scale Neural Network CombNET-II, Proc. of 4th.International Conference on Engineering Applications of NeuralNetworks, pp.40-46, June, 10-12, 1998 Gibraltar
  8. Bambang Edhi Leksono S, Hemat Dwi Nuryanto: “Laporan Kegiatan Konsultasi Sistem Informasi Pemilihan Umum November-Desember 2008”, Komisi Pemilihan Umum, Jakarta 14 Januari 2009
  9. Tim Review TI KPU : Standar dan Kriteria Piranti Lunak ICR (Intelligent Character Recognition), ver 2.0 – 090320, 20 Maret 2009,
    Addendum1

18 Tanggapan

  1. Bisa lebih dijelaskan proses watermarking terhadap citra hasil scan? (saya tidak menemukan Lampiran 1 dan Lampiran 2 dalam referensi nomor 9). Tulisan di atas mengklaim bisa watermarking digunakan untuk menjamin keontetikan dokumen, apakah yang dimaksud adalah penambahan hash/checksum/signature ke berkas gambar hasil scan? Juga bagaimana cara pengaturan dan mengamanan penggunaan kunci (key) dalam proses enkripsi di setiap KPUD?

  2. Pak, maaf kalau menyita waktu dengan pertanyaan.

    Tapi, di waktu yang tinggal 3 hari menjelang pemilu ini saya bingung kok yang dipublish baru dokumen desainnya ?

    Saya tidak menemukan info di sini solusi ICR dari mana yang akan dipakai saat pemilu nanti . Kemudian untuk solusi yang dipilih tersebut hasil tesnya seperti apa ? Terus sudah disiapkan belum SOP2 yang kritikal untuk pemoresan dari awal sampai akhir ?

    Ini serius atau bercanda sih ?

  3. %Agus
    ya. mekanisme sudah kami atur agar teramankan.

    %Aresto
    Terima kasih atas respon-nya. Untuk SOP dan manual ICR sudah dipublish di HelpDesk KPU yang situsnya bisa diakses KPUD lewat VPN.

    • > ya. mekanisme sudah kami atur agar teramankan.

      Otentikasi membutuhkan jaminan bahwa data yang dikirim dari KPUD tidak bisa dibuat oleh orang lain (contohnya KPUD yang lain). Dari dokumen yang bisa saya cek, sepertinya key disedikan oleh KPU Pusat melalui vendor (?), bukan digenerasi oleh operator di KPUD. Bagaimana cara menjamin bahwa data yang dikirimkan oleh KPUD tertentu adalah otentik?

      Saya melihat, proses enkripsi yang “berlapis-lapis” tidak mempunyai nilai tambah yang berarti terhadap keamanan data, selain hanya bertumpu kepada keamanan network KPU itu sendiri.

  4. Hati-hati klo terbalik memasukkan kertas. Bisa gawat ini…

    Akurasi nya cukuo tinggi ya.. semoga bisa diterapkan dengan baik dan bermanfaat..

    karena 5 menit untuk 5 tahun ke depan

  5. Saya ada ide bagaimana kalo pemilu yang akan datang menggunakan sistem scan sidik jari dan pemili menekan tombol pilihan yang terhubung pada satu komputer atau laptop yang datanya tersimpan pada hardisk dan kemudian diolah dan digabung di kpud dan kpu pusat baik online maupun offline.
    Dengan sistem ini akan menghemat penggunaan kertas dan kotak suara yang harganya milyaran….
    Kotak suara dan kertas diganti dengan scan sidik jari dan tombol keypad yang mungkin 1 tps 1 PC/Laptop dan beberapa alat scan sidik jari dan keypad di setiap bilik suara.
    Untuk ide detailnya hubungi saya di
    abdul9hofur@gmail.com

  6. Saat diwawancara Kompas (7/4) di KPU, tim BPPT menyatakan bahwa ICR adalah teknologi yang given, sudah menjadi keputusan KPU sebelum BPPT dilibatkan. Saya berkesimpulan bahwa BPPT pun tidak bisa mengusulkan yang lebih baik atau mengubah keputusan tersebut.

    Yang disayangkan dari penggunaan ICR oleh KPU adalah tidak adanya perhitungan IT untuk DPRD I, DPRD II dan DPD.

    Seharusnya, berangkat dari apa yang mau diproses dan berapa lama waktu yang tersedia, barulah memilih teknologi. Yang terjadi saat ini, teknologi dipilih lebih dahulu (yaitu ICR), lalu akibatnya adalah jumlah yang dapat diproses menjadi berkurang.

    Kalau perhitungan IT untuk DPR dibuat dengan alasan transparansi dan sebagai pembanding terhadap perhitungan manual, maka masyarakat dapat pula menyimpulkan hal yang sebaliknya.

    Tidak adanya perhitungan IT untuk DPRD I, DPRD II dan DPD dapat menjadi tanda bahwa perhitungan manual DPRD I, DPRD II dan DPD tidak transparan, tidak punya pembanding, dan tidak adil bagi daerah yang sekarang katanya telah menjadi daerah otonomi.

    Jangan hanya karena anggarannya dari KPU Pusat, sehingga yang dihitung dengan IT hanya perolehan kursi DPR. Uang di pusat itu juga berasal dari pendapatan di daerah. Adilkah? Demikian kira-kira aspirasi KPU sebuah kabupaten di Bangka Belitung yang memutuskan tidak mau membeli software ICR hingga H-1.

    Yah, semoga anggota KPU periode ini tidak ada lagi yang tersangkut kasus hukum di kemudian hari (hanya gara-gara perhitungan IT).

  7. Updated info: Pada sore hari H-1, kabupaten yang tadinya saya sebut belum membeli software ICR, telah memutuskan untuk membeli ke salah satu vendor ICR.

  8. Sayang pangaplikasiannya tidak o timal, sampai detik ini ma ih 1% yg berhasil di entry…

    dah abis bermilyar milyar, utk system ini.

  9. dan satu lagi secanggih canggihnya TI kalau pengaplikasiannya dilapangan tidak mendukung atau dengan kata lain penJelasan ke lapangan kurang mengena, misalkan tech suportnya kurang kualified, aturan penulisan/pengisian pada form ti yg tidak jelas, bisa-bisa balik manual.

    Seperti sekarang ini ada kasus angka yg di beri garis bawahlah, angka yg salah dicoretlah, bla bla

    selanjutnya terserah anda jadinya.

  10. Assalaamu `alaykum,

    Terima kasih atas kinerjanya sejauh ini dalam mendukung pemilu 2009.

    Salah satu masalah yang terlihat jelas pada pemilu 2009 ini ada pada DPT yang secara langsung terkait dengan administrasi kependudukan di Indonesia.

    Harapan saya, ke depannya tim TI KPU serta BPPT dapat melakukan audit serta assessment untuk perbaikan sistem administrasi kependudukan ini.

    Salah satu tulisan di blog saya membahas ide perbaikan ini. Semoga bermanfaat.

    Wassalaam,
    Dian.

  11. masalahnya…mau pakai teknologi apapun, kalo setiap orang tidak bisa mencocokkan bahwa jumlah suara yg masuk di tabulasi nasional telah sesuai dgn yg dibacakan sebagai hasil penghitungan suara di TPS, tetap saja teknologi tersebut “bisa” digunakan untuk men-“zholimi” rakyat, Pak….?

    bagaimana proses kontrol tersebut dijaminkan melalui ICR ini?

    sepertinya yg dibutuhkan adalah teknologi yg dapat dipertanggungjawabkan, sehingga suara rakyat tersebut benar-benar traceable sampai TPS terkecil sekalipun, berikut siapa nama saksi dan petugas di TPS yg dapat dihubungi.

    Mohon penjelasan, karena saya awam dengan teknologi ini…

  12. ICR ? pada akhirnya sangat tergantung pada kemampuan mekanik operatornya, coba deh hitung bisa lebih mahal jadinya, proses scanning trus baca lagi hard copynya… coba deh hitung … trus apa benar operator kabupaten/kota GAPTEK, apa ga salah pilih solusi ? dari semarang ke jakarta itu jangan pake delman, minimal L300 …

  13. @goofey: dana bermilyar2 (lebih tepatnya 1,8M, yang dicantumkan di detikinet.com) tidak termasuk untuk teknologi ICR melainkan hanya untuk sistem pusat data yang ada di KPU pusat. pengadaan teknologi ICR diperkirakan hanya dalam orde puluhan juta rupiah (dibawah 50) di setiap KPUD. kalau ada sekitar 500 KPUD di Indonesia maka total maksimum biaya yang dikeluarkan untuk seluruh Indonesia adalah Rp. 2,5M

    @doddi:penggunaan citra hasil scan penghitungan suara untuk tiap TPS yang juga dikirim ke pusat dimaksudkan supaya pembacaannya bisa dipertanggung-jawabkan.

    @goen: verifikasi tidak lagi perlu baca hardcopy(dan kebetulan mungkin tidak ada karena yang dipegang itu form asli bukan salinan :D), karena citra hasil scan juga ditampilkan bersamaan dengan hasil pembacaan.

    sebetulnya yang kasihan adalah operator di lapangan. sudah lelah fisik dan mental. mungkin resiko setelah bekerjanya kurang diperhatikan. semoga diberi kesabaran dan kesehatan dalam menjalankan tugas.

    daripada menghujat yang ada di atas (pengambil keputusan KPU), lebih baik memberi dukungan kepada yang memang betul2 berperan penting dalam proses penghitungan (operator scanning di KPUD).

    mahasiswa berbicara atas nama pribadi

  14. […] adalah tujuan penggunaan scanner, berdasarkan website tersebut: Tujuan utama yang ingin dicapai dengan penggunaan mesin pemindai yang berbasis ICR tersebut […]

  15. Dari berita, katanya kualitas berpengaruh terhadap hasil ICR. Mohon penjelasan ilmiahnya.
    Saya punya scanner biasa (flat-bed), rasanya kertas tipis atau tebal sama saja hasilnya.

    Terima kasih.

  16. Pak Eko, kebetulan saya biasa menggunakan scanner untuk keperluan bisnis. Untuk teknologi ICR , yang diolah adalah image hasil scanning bukan dokumennya, image ini harus cukup bagus artinya bantuk huruf isian tulisan tangannya harus cukup jelas tertangkap digambar dan bersih.
    Scanner Flatbed memiliki kemampuan memproses satu muka halaman dan dibelakang dokumen biasanya tertutup oleh pintu scanner yang biasanya warnanya putih, dengan demikian kecil kemungkinan ada gambar bayangan cahaya yg masuk dan mengganggu proses scanning. Untuk jumlah lembar yang banyak biasanya digunakan scanner jenis ADF, dimana kertas satu tumpuk dapat dipindai satu lembar demi satu lembar secara otomatis dengan cepat. Bedanya kemudian adalah pada scanner ADF tidak ada tutup yang menghalangi cahaya yang tidak dikehendaki yang bisa mengganggu hasil scan (ada bayangan hitam atau bahkan hitam sama sekali) terutama pada kertas tipis atau transparan.

    Untuk itu bukan tidak ada solusinya , beberapa scanner ADF telah dilengkapi mode advanced untuk mengatasi hal ini, mungkin sewaktu pelatihan di kpu belum terpikir untuk disampaikan materinya. Beberapa setting scanner pada merk -merk scanner untuk mengatasi kertas tipis ada di http://scanningtechnologies.blogspot.com/2009/04/tips-scanning-untuk-menghadapi-kertas.html.

    Semoga bisa membantu, dan apabila ada kesalahan penyampaian semoga dapat dikoreksi.

  17. Mmm….

    Saat memilih sebuah solusi teknologi, harusnya dipikirkan juga sedari awal apakah teknologi tersebut dapat diterapkan dengan baik, apakah teknologi tersebut menjadi solusi ataukah malah menimbulkan masalah baru…

    Setiap teknolog juga harus memikirkan hal tersebut. Kita harus bertanggung jawab untuk setiap rupiah yang yang kita terima, terutama bila uang itu adalah uang rakyat.

    Jika sedari awal diperkirakan solusi yang kita berikan itu akan bermasalah di kemudian hari, ya jangan dipaksakan untuk diimplementasikan, “hanya” untuk memperoleh uang beberapa milyar…

    Beberapa proyek E-Gov yang gagal (terutama IT KPU yang begitu terekspos media) menyebabkan citra IT di Indonesia begitu buruk.

    Ayo insan IT Indonesia, kembalikan citra IT Indonesia… Jangan sampai muncul kesan di masyarakat bahwa proyek-proyek IT di pemerintahan itu cuma akal-akalan, lahan subur buat para koruptor…

    bla bla bla…[capek gw]

Tinggalkan Balasan ke Abdul Ghofur Batalkan balasan